Jika pada Lorong peralihan
rasionalitas itu hadir
di kamar terkecil ujung
beradalah mata hakiki
sanubari dan pikiran membuahkan tekad
Iktikad
Puisi memungkinkannya
melampaui apa pun,
tapi juga obsesi
bahkan kaos
Sementara prosa sentrifugal—
acap menjebak kita pada yang banal,
sentripetal pada puisi membulatkan niat
walau ekspresi hadir melalui abstraksi
Bukankah hemat wicara, sering kali
jadi pilihan terbijak?
Goenawan Mohamad telah menuliskan
lima puluh empat tahun yang lalu, bahwa
percakapan bebas, oleh puisi, dimungkinkan;
kekompakan munafik, oleh puisi, dimustahilkan.
Cinta tersebar lewat layar supra,
kini—seribu kuotasi dan
minim sajak sejati
bingkai arbitrer menyentrifugalkan puisi
kita pun tenggelam dalam
sedu sedan suram kelam awam
Iktikad beralih jadi sekadar kepiawaian
mengolah kata, teks,
dan citra,
likes, comments, followers, …
Ultima performativitas yang menggeser
kehakikian puisi—demikian juga cinta
Manshur Zikri
Jakarta, 20 Desember 2017