Kau dan mereka berkisah tentang pulang
bersimpul benda-benda profan
dari akuarium hingga gedung menjulang
melintasi relung kebijaksanaan
Kepada senja dituang
haruslah kita sampaikan pujaan
atas diskordansi yang terkenang
dan melipat padat rupa kearifan?
Dengan ia yang kau sebut rumah
kau tanak cinta berkulit harap
menyuapnya tinggi di langit direkah
untuk menelannya ke selubung ratap
Karena senja dituang bukan payungmu
yang melindungimu dari rintik puisiku
Inilah mantra untuk memanggil pelangi
agar ia melukiskan dirinya
di atas langit yang penuh gaib
di antara bintang-bintang yang berkedip
Pelangi di tengah bintang itu
bukanlah wajah yang sedang tersipu
melainkan pencari tanda yang menipu
yang menggantung di semua gerutumu
diammu dinginmu
engganmu kerasmu
lihatmu watakmu
putusmu pilihmu
hilangmu adamu
renungku
gentingku
keluhku
murungku
doaku
lelahku
mimpiku
tanyaku
buntuku
langkahku
disposisiku
karena nyatanya senja dituang
bukannya payung untuk pulang, yang
membelah hujan puisi panjang
di atas temaram meremang
yang tak jua kau beri pandang
Manshur Zikri
Jakarta, 3 Januari 2018