di kala dengkurmu dan dengkur ibumu
menyala pada sela-sela kepulan asap kompor kita
di balik jendela hijau tua,
ba’da isya,
kuraih sendiri waktu
untuk kisahkan kalian berdua
kepada mereka yang masih mencinta
puisi tanpa apa-apa
kisah itu adalah dirimu
karena kau adalah kidung
tentang tanah dan kampung
yang kami kenal dari kau punya andung,
hei, kau, si kecil yang membuatku berhenti dirundung
desau-desau dari lidah mereka yang gagap murung
kisah pertama:
cacing melata di batang-daun semak belukar belakang rumah,
membuat ibumu marah
hingga lelah;
kita tidak boleh mengabaikan mereka!
di kala dengkurmu dan dengkur ibumu
menyala tenang mengawasi bunyi-bunyi mesin
pengatur suhu kamar dan kipas angin,
yang kudengar sembari melihat bedongmu
adalah bunyi tik tik tik pada komputer
dan bersinku.
kau akhirnya meronta,
apakah ini saatnya kita makan malam…?
sedang rusa masih belum terjaga.
Manshur Zikri
Yogyakarta, 14 Oktober 2020